Projek yang dibangun di California ini menghabiskan dana 2,2 miliar poundsterling atau sekitar Rp 31 triliun. Maha karya Ini bisa dijadikan sebuah jawaban untuk energi terbarukan untuk masa depan yaitu berupa pembangkit energi atau reaktor gabungan pertama di dunia.
Megaproyek konstruksi sinar laser terbesar di dunia ini diperkirakan selesai tahun 2012. Proyek ini di bangun oleh para peneliti di sebuah gedung milik National Ignition Facility (NIF) di Livermore, California, Amerika Serikat. Megaproyek ini di bawah naungan Departemen Energi Amerika Serikat
Energi tiruan matahari ini disokong oleh rangkaian sinar laser terbesar di dunia. Ledakan energinya diperkirakan bisa menyamai ledakan bom hidrogen atau setara energi di dalam perut matahari. Alat ini membutuhkan ruangan sebesar tiga kali lapangan bola. Alat ini dilengkapi dengan 192 pemancar laser dengan kecepatan 300 Km/detik pada tiap –tiap laser. Suhu yang diciptakan bisa mencapai 100 juta derajat celcius. Laser-laser ini memiliki keakuratan sasaran target yang tinggi.
Alat dengan 192 laser dengan berat 450 Kg yang diperkuat fondasi beton itu melebihi kekuatan sebelumnya yang sudah diklaim. Kekuatan ini sekitar 60 – 70 kali lebih dahsyat dari pancaran 60 laser dari University of Rochester, New York.
Percobaan ini bertujuan membangkitkan energi lebih dari 100 juta derajat celcius dan memiliki tekanan miliaran kali lipat lebih tinggi dari yang ada di muka bumi. Bahan bakarnya, hanya sebesar jarum pentul biasa.
Bila proyek ini sukses, maka akan membuka tabir rahasia reaksi fusi nuklir, reaksi yang menciptakan bom hidrogen mematikan. Juga menjadi stasiun pembangkit energi fusi nuklir dengan sumber energi yang tidak terbatas.
Alat ini diprediksi akan menjadi jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan energi di seluruh dunia. Pembangkit ini tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca, beroperasi tanpa berhenti, produksi radioaktifnya pun tidak berbahaya. Umurnya, bisa lebih panjang dari pembangkit listrik yang pernah ada. “Bila ini selesai, ini menjadi awal mula sejarah dan membuat Amerika lebih bebas menentukan sumber energi,” kata Direktur NIF Ed Moss.
No comments:
Post a Comment